Minggu, 13 Juli 2025

Kadang Aku Bertanya, Apa Aku Benar-Benar Bagian dari Mereka?

 


Aku gak pernah benar-benar berharap banyak. Cuma ingin sekadar diajak duduk bareng, makan bersama, atau sekadar ditanya, "Kamu mau ikut gak?" Tapi gak pernah ada.

Setiap kali mereka berkumpul, tertawa ramai, aku cuma jadi penonton. Diam di sudut kamar, pura-pura gak peduli padahal hati ini diam-diam menunggu... siapa tahu, ada yang ingat aku di sini.

Tapi sampai sekarang, gak pernah ada yang ingat. Gak pernah ada yang ngajak.

Lama-lama aku jadi mikir, apa aku ini sebegitu gak pentingnya? Atau mungkin... aku memang beban? Gak dianggap ada karena kehadiranku cuma bikin sumpek?

Lucunya, mereka sering bilang, "Kenapa di kamar terus? Gak mau gabung sama keluarga?" Padahal kapan aku pernah dikasih alasan buat merasa belong? Kapan aku pernah ditarik, dibilang, "Ayo makan bareng."

Aku muak sama kalimat klise itu. "Keluarga tetap keluarga." Omong kosong. Kalau keluarga aja gak pernah bikin aku merasa diterima, masih layak gak sih aku berharap?

Aku gak butuh banyak. Cuma pengakuan kecil bahwa aku ada. Bahwa aku bukan sekadar beban yang mereka tutupi dengan basa-basi.

Tapi sepertinya, harapan itu memang harus aku kubur sendiri.

Kamis, 05 Juni 2025

Review Buku LOVE FROM A TO Z- S.K ALI 08/05/25

 

 


''Tentang keajaiban, luka, dan cinta yang tumbuh perlahan.''


Kadang kita nggak nyangka, pertemuan yang kelihatannya kebetulan justru jadi titik balik dalam hidup. Begitulah kisah Zayneb dan Adam buatku. Dua remaja yang datang dari latar berbeda, tapi sama-sama menyimpan sesuatu: amarah yang meledak-ledak, dan kesedihan yang dipendam dalam-dalam.


Zayneb—cewek berhijab yang nggak takut ngomongin ketidakadilan. Ia penuh semangat, tapi juga letih karena terus harus melawan prasangka dan diskriminasi. Lalu ada Adam—cowok pendiam, manis, dan penuh luka diam-diam, baru tahu kalau dia punya penyakit multiple sclerosis, hal yang juga merenggut ibunya.


Buku ini bukan cuma tentang cinta (meskipun, ya, cintanya manis banget), tapi tentang menemukan seseorang yang bisa nerima kamu apa adanya. Tentang keberanian, tentang sakit yang nggak kelihatan, tentang agama dan identitas, dan tentang keluarga yang rapuh tapi tetap jadi rumah.


Aku suka banget format jurnalnya. Mereka berdua nulis “keajaiban dan keanehan” dari hari-hari mereka, dan lewat catatan itu kita bisa ngerti cara mereka melihat dunia—dan cara mereka mulai melihat satu sama lain.


Yang bikin buku ini beda adalah:


Cara S.K. Ali menggambarkan Muslim bukan dengan stereotype, tapi sebagai manusia yang kompleks dan kuat.


Adam dan penyakitnya ditulis dengan lembut, bukan untuk dikasihani, tapi untuk dipahami.

Dan cinta mereka—nggak instan, nggak drama, tapi tumbuh pelan-pelan di tengah luka dan keheningan.


--- 


Love from A to Z bukan cuma novel remaja biasa. Ini cerita tentang dua orang yang mencoba berdamai dengan diri sendiri dan dunia, lalu saling menemukan di tengah semua kekacauan itu. Bikin aku mikir, kadang cinta datang bukan untuk menyelamatkan kita, tapi untuk menemani kita melewati badai. 


https://app.thestorygraph.com/reviews/7316220f-7e38-40ab-9b3a-a8e1ffcaeb66

Review Buku SEGALA KEKASIH TENGAH MALAM 30/04/25

 

 

Honestly... kurang sreg di awal karena udah menduga dg gaya penulisannya Mieko Kawakami. Karena ceritanya yg slow banget, gk ada konflik besar atau drama yg heboh. Tapi, justru itulah banyak makna yg terselip. 

Mengisahkan Fuyuko seorang perempuan yang hidupnya bener2 sepi. Gak banyak interaksi, kerjaannya nyoreksi naskah, jalan sendirian, bahkan ulang tahun sendirian.  

Sebenarnya, Fuyuko sendiri kayak nyari tempat buat bisa ngerasa dihargai, cuma masalahnya dunia sekitar gak kasih ruang buat dia. 
Dan dia sampai ketemu dg beberapa orang, seperti Hijiri yg ngasih nasihat yg gk selalu bisa dipahami, dan Mitsutsuka yg selalu ada, meski bukan dg cara yg kita harapkan. Dan buku ini gk kasih solusi, gk ada happy ending ala film. 

Tapi, buku ini ngajarin soal jujur. Tentang betapa sulitnya nyari makna hidup di tengah rutinitas. Tentang keinginan u/ berubah, tapi gk tau mulai dari mana. Buku ini bukan u/ semua orang. Tapi, bagi yg pernah merasa asing di tengah keramaian, atau mempertanyakan makna hidup di antara rutinitas yg menjemukan, buku ini cocok buat nemenin kalian. 

Beberapa kutipan yang nyangkut banget: 


“Aku tidak takut sendirian. Aku takut menyadari bahwa aku sendirian.”

“Mungkin aku hanya ingin seseorang melihatku. Bukan karena aku istimewa. Tapi karena aku ada.” 


https://app.thestorygraph.com/reviews/df941692-521a-4765-9e29-460fb10b36fa 

Review buku Misteri Tujuh Lonceng- AGATHA CHRISTIE 26/04/25

 

 


Awalnya gw pikir ini cuma cerita iseng tentang anak-anak muda yang main prank jam weker di rumah besar Chimneys. Tapi ternyata... malah jadi kasus pembunuhan beneran!

Gerry Wade ditemukan mati dan kelihatannya kayak overdosis, tapi anehnya salah satu jam weker hilang. Dari situ, suasana mulai berubah: ada rahasia besar tersembunyi di balik kematian itu.


Pas Bundle Brent mulai menyelidiki, gw kira bakal ketemu dalang yang "kelihatan jahat". Tapi ternyata malah ketemu organisasi rahasia bertudung hitam, Seven Dials, yang justru... bukan musuh, tapi pihak yang benar!

Serius, plot twist-nya bener-bener mind blowing karena yang selama ini keliatan sopan, nasionalis, dan "penting" ternyata malah pengkhianat negara.


Apalagi pas tahu kenapa Gerry dibunuh dan kenapa Ronny Devereux ditembak, semua sambungannya bikin diem bentar, nahan napas. Kirain cuma main-main, ternyata konspirasi negara!

Agatha Christie beneran mainin ekspektasi pembaca di sini — bikin kita percaya sama yang salah dan curiga sama yang benar. Keren banget.


Ending-nya... puas dan ngakak tipis karena Bundle Brent juga tetap punya gaya blak-blakan yang lucu! 


Terus, ada fakta menarik dari buku ini. Salah satunya yg gw langsung searching di gugel. 

Ternyata, Seven Dials a/ nama asli kawasan di London, terkenal pada masa lali sebagai tmpt org2 miskin, Kriminal, dan tukang tipu. 


https://app.thestorygraph.com/reviews/9d8195a6-c1f7-4398-bcb2-026b6b2f0a7d

Review Buku Giie dan surat-surat yang Tersembunyi - Serie TEMPO 11/04/25

 

 

Buku ini membuat gw ngerasa seolah duduk di samping Gie, mendengarnya bercerita tentang dunia yang sering tak adil, cinta yang tak terucap, dan kesendirian yang menyayat.

Surat-suratnya bukan sekadar dokumen sejarah atau pemikiran politik—tapi juga potongan jiwa seorang manusia yang hidup dengan jujur. Gie bukan hanya seorang aktivis atau intelektual, ia juga pemuda yang rindu, takut, bahkan kadang ingin menyerah.

Membaca ini adalah pengalaman yang personal. Menyentuh, meresap, dan meninggalkan bekas.

Cocok untuk kalian yang sedang mencari bacaan reflektif, penuh renungan, dan ingin melihat sisi lain dari seorang tokoh besar. 


Review Buku RANAH PUSAKA - Nellaneva 12/04/25

 


“Pusaka bukan cuma tentang benda lama, tapi luka-luka yang diwariskan diam-diam.”


Ranah Pusaka dari awal judulnya aja bikin aku penasaran. Kirain bakal ada nuansa petualangan mencari pusaka yang penuh misteri—semacam rahasia masa lalu yang terpendam dan akhirnya terbongkar lewat petualangan. Tapi ternyata, arah ceritanya justru lebih dalam: pencarian terhadap diri sendiri.


Cerita berpusat pada empat anak kos—Kali, Badran, Ilyas, dan Arka. Arka sebagai pemilik kos bikin semacam “deal aneh” ke teman-temannya: kalau mereka bisa nemuin pusaka yang katanya tersembunyi di dalam rumah, sewa kos-nya digratiskan. Tapi alih-alih sibuk gali-gali lantai atau bongkar plafon, mereka malah ‘digiring’ untuk menghadapi warisan luka masing-masing.


Hal yang paling aku suka dari novel ini adalah karakterisasinya yang kuat. Kali, misalnya. Sinis, skeptis, kayak orang yang ogah hidup—tapi ternyata dia menyimpan banyak hal yang belum pernah benar-benar dia hadapi. Interaksi mereka terasa hangat, kadang absurd, tapi nyata. Kayak sahabatmu yang tukang roasting tapi selalu ada saat kamu hancur.


Gaya bahasa Nellaneva juga halus banget. Nggak sok puitis tapi tetap bikin mikir. Banyak kalimat yang aku tandai karena terasa “ngena” banget, terutama soal keluarga dan bagaimana trauma bisa diwariskan dari generasi ke generasi tanpa sadar.


Cuma ya... kalau kamu ngarep akan ada teka-teki yang bikin deg-degan soal pusaka itu, mungkin bakal sedikit kecewa. Soalnya unsur “pencarian” di sini lebih metaforis ketimbang literal. Ending-nya pun nggak dramatis, tapi cukup memuaskan karena menyisakan rasa hangat dan reflektif.


Kesimpulan:

Ranah Pusaka bukan tentang mencari harta karun, tapi tentang mengenali “warisan batin” yang kita bawa selama ini. Cerita yang sederhana, tapi punya kedalaman. Cocok banget buat kamu yang suka novel slice-of-life dengan sentuhan emosi yang subtle tapi menghantam. 


https://app.thestorygraph.com/reviews/ce58a6a8-e120-405b-a05f-635f07cb07b7?redirect=true

Sabtu, 10 Mei 2025

Manusia dan Kegemarannya Membuat Hidup Sendiri Jadi Rumit

 


Manusia adalah makhluk yang unik. Katanya paling pintar di antara semua ciptaan, tapi entah kenapa, seringkali justru terlihat paling bingung menjalani hidup. Sering menyebut diri rasional, namun tak jarang mengambil keputusan hanya karena emosi sesaat—demi harga diri, demi gengsi, demi validasi dari orang yang bahkan tidak terlalu peduli.

Manusia juga gemar mempersulit diri sendiri. Padahal bisa sederhana, tapi selalu ingin yang rumit. Bisa bahagia dengan cukup, tapi justru mengejar lebih, lalu kecewa karena tak pernah merasa cukup. Dan ketika rasa cukup itu akhirnya datang, manusia justru takut kehilangan, lalu kembali merasa kurang.

Satu hal yang cukup konsisten dari sifat manusia: suka merasa paling tahu. Tentang hidup orang lain, tentang siapa yang salah dan siapa yang benar. Padahal, mengenali diri sendiri saja masih setengah-setengah. Tapi tak apa—karena mengomentari orang lain memang jauh lebih mudah ketimbang bercermin.

Manusia juga pandai sekali membela diri. Kalau sukses, semua karena kerja kerasnya. Tapi kalau gagal? Pasti karena orang lain, sistem, atau “takdir yang kurang berpihak.” Seolah-olah hidup ini hanya akan masuk akal jika hasil akhirnya sesuai keinginannya.

Akhirnya, semua ini membuat satu kesimpulan sederhana: manusia memang begitu. Penuh kontradiksi. Menginginkan kedamaian tapi memelihara konflik. Mencari cinta tapi takut membuka hati. Ingin dimengerti tapi malas memahami. Dan dalam semua kekacauan itu, manusia tetap merasa hebat—karena katanya “ini bagian dari proses bertumbuh.”

Ironis, ya. Tapi begitulah manusia.