Selasa, 29 April 2025

INDAH LUKA KIAN MENAWAR




Ada luka-luka yang tidak memilih untuk tinggal. Mereka datang tanpa permisi, menggores tanpa aba-aba, lalu menetap dalam diam. Kita mengira luka hanya tentang rasa sakit yang menghitam. Padahal, ada luka yang perlahan, anehnya, justru mengajari kita tentang keindahan: tentang betapa kuatnya hati yang pernah patah, tentang betapa luasnya jiwa yang pernah retak.


Semakin hari, luka itu bukannya pergi. Ia tetap ada, tapi rasanya kian menawar. Tidak lagi setajam dulu, tidak lagi menusuk dalam sunyi. Seperti air laut yang ditarik perlahan oleh pasang surut, luka itu mundur sedikit demi sedikit, memberi ruang bagi ketenangan untuk kembali bernapas.


Mungkin kita tak pernah benar-benar sembuh. Tapi kita belajar untuk hidup berdampingan dengan rasa. Kita tahu cara berjalan tanpa lagi pincang. Kita tahu kapan harus berhenti, kapan harus melangkah dengan penuh pertimbangan.


Ada keindahan dalam bertahan. Ada puisi dalam setiap perih yang berubah menjadi pelajaran. Ada keajaiban kecil dalam setiap pagi yang kita lalui tanpa air mata. Luka itu, kini bukan lagi ancaman. Ia berubah menjadi lukisan—sebuah karya agung tentang keberanian, kehilangan, dan harapan.


Indah luka kian menawar, sebab di balik setiap rasa sakit, ada versi diri kita yang lebih kuat sedang menunggu untuk lahir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar